monkey Cute Rocking Baby Monkey

Senin, 14 Agustus 2017

Surat Untuk Ayah

Surat Untuk Ayah


"Orang yang tak banyak bicara, terkesan tak peduli, tetapi sesungguhnya yang ada dalam hatinya hanyalah kita"

Aku berdiri tak tenang di depan pintu gerbang sekolah. Sudah lebih dari 1 jam aku menunggu dan tiba-tiba kesabaranku sudah mencapai ubun-ubun saja. Ayah lagi-lagi membatalkan janji sepihak begini. Tadi pagi sebelum aku berangkat sekolah Ayah menulis pesan untukku yang ditempelkan di depan pintu kamarku,  bahwa Ayah akan menjemputku sepulang sekolah lalu kami akan menghabiskan waktu berdua untuk merayakan ulang tahunku yang ke enam belas hari ini.
Tampaknya semua akan cukup indah hari ini, meski aku tidak mendapatkan ucapan selamat ulang tahun dan kecupan manis dari Ayah tepat tengah malam tadi, atau sekedar kue ulang tahun yang bertahtakan lilin yang menyala. Bagiku janji menghabiskan waktu berdua dengan Ayah lebih dari sekedar kado terindah dari Ayah yang hampir sejak 3 bulan ini tampak tak pernah memiliki waktu untukku.
Ayah selalu berangkat ke kantor sebelum aku bangun dan pulang setelah aku tertidur lelap. Otomatis aku tidak pernah mengobrol dengannya. Meski sekarang sudah ada teknologi yang canggih dan ayah pun sudah memfasilitasiku dengan semua itu, tetap saja jarak diantara kami semakin menganga dan semakin juga jauh hari demi hari.
Drrrt..drrrt.. handphoneku bergetar. Ada panggilan masuk dari Ayah, segera kuangkat karena aku tahu bahwa Ayah akan menjemputku dan menghabiskan waktu berdua denganku hari ini.
Sayang, maafkan Ayah, Ayah nggak..
Klik



"Ketika hati hanya bisa memendam, karena kata tak mampu ungkapkan rasa yang begitu dalam "

Aku memutuskan sambungan telepon itu, dan langsung kumasukkan ke dalam tasku. Aku sudah tahu apa yang akan Ayah katakan padaku. Daripada mendengar langsung dari Ayah dan membuatku semakin marah dan kesal lebih baik aku matikan telepon itu. Ini seperti saat Ayah berjanji akan mengambilkan raportku namun ternyata Ayah tidak bisa karena ada janji dengan klien yang mendadak. Sontak emosiku meledak, membuncang keatas, berpikir bahwa aku tak lagi punya harga di mata Ayah. Merasa aku tak punya arti buat Ayah. Untung, kala itu ada Tante Anggie, mama dari kekasihku, Bagas. Tante Anggie sudah berbaik hati mau mengambilkan raportku dan untung saja wali kelasku menyutujuinya.

Kali ini aku sudah tidak bisa lagi menahan emosiku yang meledak-ledak. Aku menelpon Bagas meminta diantar pulang ke rumah, aku tidak ingin pergi kemana-mana. Sebenarnya tadi Bagas sudah mengajakku untuk pulang bersama, tapi aku menolak ajakannya karena aku tahu bahwa nanti Ayah akan menjemputku dan menghabiskan waktu hari ini bersamanya. Aku hanya ingin pulang ke rumah dan menyendiri. Bagas menurut saja dengan keinginanku, jadilah aku sampai dirumah 30 menit kemudian.

Nad, kalo ada apa-apa kamu harus beritahu aku ya?

Bagas berharap cemas, seolah-olah aku ini hendak bunuh diri saja. Aku tersenyum tipis dan mengangguk padanya.

Kalau kamu butuh teman cerita, aku siap kapan saja untukmu Nad, ujar Bagas sibuk menawarkan bantuan.
Makasih Bagas, makasih banget atas tawaran kamu. Aku hanya butuh sendiri untuk sekarang"
Tetapi, ini adalah hari ulang tahun kamu Nad, seharusnya kamu tidak melewatkannya dengan cara seperti ini ucap Bagas dengan menunjukkan rasa sayang padaku layaknya seorang kekasih yang sudah seperti sahabat sendiri.

Aku hanya tersenyum getir pada Bagas dan melangkahkan kakiku  masuk ke dalam rumah.


"Saat kerinduan ini sudah memuncak, saat tetes air mata menjadi pelipur lara, yang bisa kulakukan hanyalah memandangi wajahmu dalam bingkai foto"

Sesampai di kamar, aku mengambil album foto keluargaku. Masih ada Ibu yang tengah menggendongku, Ayah yang sedang mengajariku bersepeda dan kami bertiga yang belajar berenang bersama-sama sebab sama-sama tidak bisa berenang. Hahaha...aku selalu tertawa setiap melihat album foto itu. Ada juga fotoku sedang mengangkat piala yang tinggi setelah memenangkan pertandingan musik biola, saat aku masih berusia 10 tahun. Ayah mengangkatku tinggi-tinggi dan Ibu tersenyum manis sekali, melihat keberhasilan serta kemenanganku.

Sayang sekali kebersamaan itu sekarang sudah luntur, pudar seperti tulisan yang tersiram air. Bahkan akan hilang bagaikan debu yang di terpa angin kencang. Sejak Ibu meninggal 3 bulan yang lalu, karena menyelamatkanku dari bahaya.


^^Flasback

Kala itu Ayah sedang ada dinas keluar kota, jadi Ayah tak tahu kejadian buruk yang menimpa aku dan Ibu di rumah. Hatiku hancur berkeping-keping, semuanya bagaikan sebuah mimpi buruk yang datang menghampiriku, seperti petir di siang bolong, dan aku seperti terjatuh dari ketinggian dunia mimpi. Rasanya seperti aku ingin pergi ikut bersama Ibu, ketika Ibu pergi untuk selama-lamanya dari sisiku. Saat itu aku sangat terpukul, aku ingin bangun dari mimpi buruk yang mendatangiku. Aku serasa berada di liang lahat. Aku selalu ingat kata Ibu kala itu kepadaku "Kasih sayang ibu akan selamanya ada untukmu dan hanyalah maut yang akan memisahkan kita nanti sayang, Ibu adalah Detak, Nadi, Waktu bagimu sayang, dan apabila Ibu pergi lebih dulu berjanjilah pada Ibu bahwa kamu tidak akan mengecewakan Ayah dan kamu harus menyayangi Ayah seperti kamu menyanyangi Ibu sayang". Kata-kata itu sempat terlontar dari bibir mungil Ibu sebelum pergi untuk selama-lamanya. Seakan Ibu memberikan sinyal kepadaku namun aku tak menyadarinya. Ketika Ibu baru pergi, aku pernah berada pada posisi dimana aku depresi dalam kesedihan karena ditinggal Ibu.

Guruku, pernah memanggil Ayah dan memberitahukan bahwa aku absen dari sekolah. Ayah pulang kerumah lebih awal dari kantor, Ayah berharap aku bisa menjelaskan tentang apa yang telah aku perbuat. Tapi kala itu aku tidak ada dirumah, Ayah kemudian pergi mencariku di sekitar rumah dan bahkan mencariku sampai ke rumah Bagas. Ayah terus memangil-manggil namaku dan akhirnya Ayah menemukan aku di sebuah pusat perbelanjaan, sedang bermain komputer game dengan gembira seakan tak ada beban dalam hidupku. Ayah sangat marah, kesal, kemudian menarikku dengan kasar, membawaku pulang dan menghujaniku dengan pukulan-pukulan yang teramat keras.
Sambil menangis tersedu-sedu aku berkata pada Ayah,

Aku minta maaf, Ayah.."

Ayah langsung pergi, dan selang beberapa lama Ayah menyelidiki, ternyata aku absen dari acara Pertunjukan Bakat yang diadakan oleh sekolah, karena yang diundang adalah siswa dengan Ibunya. Dan itulah alasan ketidakhadiranku yaitu karena tidak ada sosok seorang Ibu yang pernah ada dalam hidupku yang sekarang sudah ada ditempat yang jauh yang berbeda denganku.

Beberapa hari setelah penghukuman dengan pukulan rotan, aku pulang ke rumah memberitahu Ayah, bahwa di sekolahku mulai diajarkan cara menulis surat kepada orang yang disayangi. Sejak saat itu, aku lebih banyak mengurung diri di kamar untuk berlatih menulis surat khusus untuk Ibu.

Ketika keluar kamar untuk mengambil air minum aku mendengar Ayah berkata...

"Aku yakin, jika kamu masih ada dan melihat Nadia bertumbuh semakin baik pasti kamu akan merasa bangga, sayang sekali kamu sudah tidak lagi bisa bersama kami lagi..." ( Kata Ayah sambil memegang foto Ibu bersama aku ).

Ketika surat yang kubuat selesai, tanpa berfikir panjang aku langsung mengirimnya lewat kantor pos tanpa melampirkan alamat yang akan dituju. Mengetahui hal itu, Ayah sangat marah menganggapku sudah terlewat batas.
Tapi sekali lagi, seperti sebelumnya, aku meminta maaf.

Maaf, yah.."

Tidak ada tambahan satu kata pun untuk menjelaskan alasanku melakukan hal konyol seperti itu, aku seperti tidak sadar telah melakukan kesalahan.
Setelah itu Ayah  pergi ke kantor pos untuk mengambil surat-surat tanpa alamat tersebut lalu pulang. Sesampai di rumah, dengan marah Ayah mendorongku ke sudut ruangan mempertanyakan kepadaku, perbuatan konyol apalagi ini? Apa yang ada di kepalamu Nadia..?

 Surat-surat yang kubuat itu khusus untuk Ibu, yah.. jawabku di tengah isak-tangis.
Tiba-tiba mata Ayah berkaca-kaca, tapi ayah mencoba mengendalikan emosinya dan terus bertanya kepadaku.

Tapi kenapa kamu memposkan begitu banyak surat-surat pada waktu yang sama?
Aku telah menulis banyak surat untuk Ibu untuk dalam waktu yang lama sejak aku belajar menulis surat yang diajarkan di sekolah, tapi setiap kali aku mau menjangkau kotak pos itu, terlalu tinggi bagiku, sehingga aku tidak dapat memposkan surat-suratku. Tapi baru-baru ini, ketika aku kembali ke kotak pos, aku bisa mencapai kotak surat itu jadi aku mengirimkannya sekaligus yah".

Setelah mendengar penjelasanku, Ayah kehilangan kata-kata, bingung, tidak tahu apa yang harus dilakukan, dan apa yang harus dikatakan

Nad, Ibu sudah berada di surga, jadi untuk selanjutnya, jika kamu hendak menuliskan sesuatu untuk Ibu, cukup dengan menyimpan surat tersebut, dan kirimkan doa yang banyak sebagai surat untuk Ibu di surga darimu, maka surat yang kamu buat akan sampai kepada Ibu kata Ayah memberi nasehat kepadaku.

Setelah mendengar hal ini, aku jadi lebih tenang, dan segera setelah itu, aku bisa tidur dengan nyenyak. Ayah berjanji akan menyimpan surat-surat yang sudah kubuat untuk Ibu, jadi Ayah membawa surat-surat tersebut keluar untuk disimpan, tapiAyah jadi penasaran dengan isi surat yang aku buat dan kemudian membuka surat tersebut sebelum dibakar.
Dan salah satu dari isi surat-suratku membuat hati ayah terasa hancur……


'Ibuku  tersayang...
Aku sangat merindukanmu!
Hari ini, ada sebuah acara Pertunjukan Bakat di sekolah, dan ibu guru mengundang semua ibu untuk hadir di pertunjukan tersebut.
Tapi ibu tidak ada, ibu tidak menghadiri acara itu jadi aku tidak ingin menghadirinya juga agar sama seperti ibu.
Aku juga tidak memberitahu Ayah tentang hal ini karena aku takut Ayah akan mulai menangis dan merindukan ibu lagi.
Saat itu aku mencoba untuk menyembunyikan kesedihan dari Ayah, aku duduk di depan komputer dan mulai bermain game di salah satu pusat perbelanjaan.
Ayah keliling-keliling mencariku, setelah menemukanku Ayah marah, dan aku hanya bisa diam, Ayah memukulku, tetapi aku tidak menceritakan alasan yang sebenarnya pada Ayah.
Ibu, setiap hari aku melihat Ayah merindukan ibu...
Setiap kali dia teringat pada ibu, Ayah begitu sedih, seringku lihat Ayah sedang bersembunyi dan menangis di kamarnya.
Aku pikir kita berdua amat sangat merindukan sosok Ibu kembali.
Terlalu berat untuk kita berdua melewati hari-hari tanpa Ibu, semua tidak seindah ketika kami masih bersama dengan Ibu.
Tapi bu, aku takut apabila aku mulai melupakan wajahmu. Bisakah Ibu muncul dalam mimpiku sehingga aku dapat melihat wajah Ibu dan mengingat kebersamaan dengan Ibu?
Temanku bilang jika kau tertidur dengan memeluk foto orang yang kamu rindukan, maka kamu akan melihat orang tersebut dalam mimpimu.

"Tapi bu, mengapa engkau tak pernah muncul dalam mimpiku?"

Setelah membaca surat itu, Ayah tidak bisa berhenti menangis karena Ayah sadar bahwa 'seorang ayah tidak pernah bisa menggantikan kasih sayang seorang Ibu'

Semenjak membaca suratku dan terus memikirkan serta mengingat kepergian Ibu, tahu-tahu Ayah menjadi orang sangat sibuk dan tak punya waktu lagi untukku bahkan hanya untuk  bersenda gurau lagi denganku. Sekedar makan malam bersama atau mengantarkanku ke sekolah pun tak lagi sempat. Aku malah lebih banyak menghabiskan waktu dengan dengan Bagas, seperti Sepantun kasau dengan bubungan. Dan Ayah? Tenggelam dalam dunianya sendiri seolah aku tak ada lagi dalam kehidupan Ayah.

^^Flasback Off...


    "Terlalu banyak yang ingin disampaikan, tapi terlalu sakit untuk diucapkan"

Malam ini, di kamar ini, aku sudah memutuskan untuk menulis surat saja untuk Ayah. Kupikir itu lebih baik dan Ayah pasti akan bisa membaca sesempatnya, karena aku tahu sekarang Ayah sangat sibuk dengan pekerjaannya. Surat yang mengabarkan aku sudah lelah, letih merasa sendiri dan tak dianggap penting atau bahkan mungkin dianggap tidak ada. Isi suratku..


Untuk Ayah Tercinta...

Terima kasih Ayah, Ayah selalu pulang setelah waktu makan malam telah usai, sehingga aku bisa makan tanpa peraturan yang kaku dari Ayah.
Terima kasih Ayah, Ayah terus mengganti perhatian dan kasih sayang Ayah dengan uang sehingga aku kelelahan mengahabiskannya sendirian.
Terima kasih Ayah, Ayah tak pernah menjemputku atau mengantarkanku ke sekolah, sehingga aku punya lebih banyak waktu dengan Bagas.
Terima kasih Ayah, Ayah tak lagi menemaniku main catur di sore hari, sehingga aku bisa berkeliaran sesukaku.
Terima kasih Ayah, Ayah tak lagi sempat mengambil raportku sehingga aku tak perlu melihat kebanggaan wajah ayah yang mengharu biru.
Terima kasih Ayah, Ayah sudah melupakan hari ulang tahunku, sehingga aku tidak perlu menutup mata untuk membuat permintaan sesaat sebelum meniup lilin.
Maaf, aku tidak pernah mengerti dengan dunia Ayah.
Maaf, aku terlalu banyak menuntut waktu dari Ayah.
Maaf, aku selalu saja tak peduli dengan apa yang terjadi pada Ayah.
Maaf, aku tak lagi pernah bercerita tentang duniaku kepada Ayah.
Maaf, aku tak lagi memberi dekapan hangat dan ucapan selamat pagi sebelum memulai hari.
Maaf, aku membebani hidup Ayah.
Maaf, aku menjadi anak Ayah yang membuat Ayah tak bahagia.
Maaf, aku tak lagi bisa merasakan cinta dalam keluarga kita.
Maaf, aku terlalu menuntut banyak dari Ayah.
Maaf, sedang aku tak bisa memberi apa-apa untuk Ayah.

 I love you Ayah
                                                                                                                                             NADIA


Pada baris terakhir dimana namaku berada, air mataku menetes lembut jatuh mengalir pada bagian celah wajahku. Aku sudah terlalu lelah sekarang untuk menahan air mata. Aku tidak lagi percaya bahwa aku masih punya keluarga. Aku lelah.. aku kehilangan arah.. aku tak tahu hendak kemana aku melangkahkan kakiku, apakah aku tetap berada disini atau aku harus melangkah jauh untuk pergi ?? Mataku terpejam dan ketika aku membuka mata, aku sudah berada di sebuah taman yang indah penuh dengan bunga mawar kesukaan Ibu. Ku liat dari jarak kejauhan melihat sesosok wanita cantik nan anggun bergaun putih berada di jembatan taman. Ku perhatikan dengan seksama siapakah sosok wanita itu, dan ternyata itu adalah IBU. Spontan aku berlari kearah Ibu dengan meneteskan air mata yang tak bisaku bendung. Ibu juga meneteskan air matanya yang menunjukan rasa kerinduan. Ku peluk Ibu dengan erat erat tak ingin melepaskannya.

Ibu.....kenapa ibu pergi, kenapa bu.....??

Andai saja kala itu ibu tidak menyelamatkanku pasti kita masih akan bersama....
Andai waktu bisa diputar kembali, pasti aku akan berlari untuk menyelamatkan ibu dari orang-orang jahat itu. Andai Ayah ada bersama kita saat itu, pasti Ibu tidak akan kesusahan untuk menyelamatkanku dari perampok itu. Andai aku tidak melakukan kecerobohan dengan memukul perampok itu yang akhirnya justru menjadikan perampok itu marah dan memukulku, tapi ibu yang mendorongku dan justru Ibu yang terkena pukulan keras mereka. Aku ingin ikut bersama Ibu, aku tidak ingin bersama ayah. Ayah tidak menyanyangiku.
Aku minta maaf bu.... (Ibu menghapus air mataku dan mencium keningku dengan manis).
Jangan menagis Nadia, Ibu manapun pasti akan melakukan hal seperti tu apabila anaknya berada dalam bahaya besar. Kamu harus bisa mengikhlaskan kepergian Ibu, kamu harus bisa bahagia dengan Ayah, dengan Bagas laki-laki pilihanmu yang selalu ada saat kamu membutuhkannya, kamu harus bisa menjadi anak yang kuat dan tabah, jadilah anak yang membanggakan Nadia. Ibu menyanyangimu selamanya.....( Dari kejauhan aku melihat Ayah yang menangis melihat dan menunggu aku di seberang jembatan ).

"Nadia....." ( Panggil Ayah )

Jangan buat Ayah bersedih Nadia, kamu harus pulang bersama Ayah, apalagi ini adalah hari ulang tahunmu, kamu harus merayakannya bersama Ayah, Nadia kamu juga harus tahu bahwa ayah sudah menyiapkan kejutan istimewa untukmu. Hapus kemarahanmu pada Ayah, karena sesungguhnya Ayah sangat ingin membuatmu bahagia Nadia, dan menghapuskan kepedihanmu.
Pergilah sayang...hampiri Ayah yang sudah menunggumu sedari tadi...
Pergilah sayang dan berbahagialah bersama orang-orang yang menyanyangimu...

Aku pun menuruti kemauan ibu untuk pulang bersama Ayah, aku memeluk Ibu untuk terakhir kalinya sembari meneteskan air mata. Aku berlari menghampiri Ayah, kemudian memeluknya dengan erat dan melihat Ibu pergi ketempat yang amat terang. Tiba-tiba Ayah menghilang dari pelukanku.

"Ayah............."

Tepat pukul 11 malam aku terbangun, ternyata menangis menguras air mata dan aku kelelahan karenanya. Dan tak sadar kalau aku tadi ketiduran, dan bermimpi bertemu Ibu. Aku bingung dengan mimpiku barusan.

Apa maksud ibu dengan mengatakan Ayah sudah menyiapkan kejutan istimewa untukku....??

Namun ada yang aneh, surat yang kutulis untuk Ayah tidak lagi disebelahku..Akan tetapi justru ada secarik kertas lain yang ditujukan untukku.


Untuk Nadia, malaikat kecil Ayah yang sekarang sudah beranjak dewasa...

Maaf, Ayah tak pernah lagi menemanimu makan malam atau sekedar main catur di sore hari.
Ayah tahu nak, Ayah telah terlalu jauh mengabaikanmu. Tapi bagaimanapun juga sekarang Ayah sendiri. Sendiri mengurus kantor dan usaha perkebunan bunga yang dulu sempat dikelola ibu. Sendiri juga Ayah harus mengatur diri. Sendiri membesarkanmu dan pada yang terakhir ini ternyata Ayah gagal.
Ayah takut masa remajamu akan lewat tanpa kau sempat menikmatinya. Ayah takut mengatakan hal ini kepadamu, takut kalau Ayah menyebut Ibu maka dukamu akan kembali hadir dan Ayah tak sanggup melihatmu menangis karena jauh dalam hati Ayah, Ayah akan lebih dari sekedar menangis.
Ayah selalu tak tahan melihatmu bersedih, Nak. 
Maaf Ayah tak memberitahumu, sehingga justru Ayahlah yang membuatmu merasa bersedih atas kesepian yang Ayah ciptakan.
Maaf, Ayah tak pernah memberitahumu betapa Ayah sangat khawatir kau bergaul dengan tidak benar, berkawan dengan orang yang salah. Tapi ternyata kau memilih Bagas sebagai sahabat sekaligus kekasih untukmu, masuk dalam kehidupanmu dan Ayah selalu yakin dengan pilihanmu.
Meski Ayah sangat khawatir, Ayah rasa Ayah tidak perlu mengatakannya kepadamu karena Ayah pikir itu hanya akan membuatmu merasa terbelenggu.
Maaf, Ayah tak pernah memberitahumu, setiap malam Ayah selalu masuk kamarmu dan tidur disebelah ranjang di atas karpet merah itu. Ayah selalu mencium keningmu diam-diam dan menatap senyummu yang damai dalam tidur. Itu membuat Ayah jauh lebih kuat untuk menjalani esok hari. Hanya kamu yang memberi Ayah kekuatan. Hanya senyummu yang membuat Ayah dapat bertahan.
Maaf, Ayah membuatmu menutup telepon siang tadi. Ayah ingin berkata yang sebenarnya.
Ayah ada di makam Ibu. Mengabarkan kepadanya tentang kau yang terus membuat kami bangga dengan prestasi dan tumbuh menjadi gadis manis yang sungguh pintar dan cantik. Ayah juga bercerita kepada Ibu betapa Ayah sangat bangga kau tetap menjadi juara pertama di sekolah meski Ibu tidak ada lagi. Ayah menceritakan semuanya Nak. Ayah pikir Ibu juga harus berbahagia di hari ulang tahunmu. Ayah memberitahu Ibu bahwa usiamu bertambah setahun lagi hari ini.
Tapi Ayah justru membuatmu kecewa dengan tidak mengatakannya. Entah mengapa sekarang Ayah terlalu takut berkata apa-apa. Takut Ayah akan terlalu sering mengucapkan nama Ibumu dan kau akan merindukannya dan merasa tersiksa. Dan disinilah kesalahan Ayah.
Ayah tak lagi pernah berbicara kepadamu. Ayah tak pernah lagi mengatakan betapa Ayah sangat menyayangimu dan bangga padamu. Ayah terlalu takut membagi beban tentang kesedihan ditinggal Ibu. Ayah terlalu sibuk mencintaimu tapi tak pernah membuktikannya dihadapanmu.
Maaf, Ayah terus membiarkanmu sendiri. Maaf, Ayah terlalu sering membuatmu kecewa.
Maaf, Ayah menyayangimu tapi kau tak lagi tahu.
Sayang, disebelahmu Ayah meletakkan kue ulang tahunmu.
Entah apakah sekarang lilinnya masih menyala atau tidak. Jika masih dan kau menginginkan Ayah menemanimu untuk meniupnya, turunlah. Ayah menunggumu di depan gerbang.
Tapi jika sudah lewat tengah malam dan kau tak juga turun, Ayah mengerti.
Memang Ayah terlalu banyak bersalah dan lebih baik kau sendiri. Ayah mengerti dan Ayah akan membiarkan kau melakukannya sendiri.

 I Love you to Nadia
                                                                                                                      
     Ayah


Sampai pada titik terakhir, surat itu sudah basah oleh air mataku yang mengalir teramat deras. Aku segera berlari keluar kamar dan membawa kue ulang tahun dari Ayah yang sudah dingin. Ternyata Ayah sudah menungguku sejak tadi dan tetap terjaga di depan pintu gerbang rumah.

Ayah..., aku berkata pelan.

Ayah tersenyum menatapku. Segera aku berlari memeluknya dengan erat.

Ayah menyayangimu tapi Ayah tak memberitahumu. Maaf... Kata Ayah memelukku dengan erat sampai meneteskan air mata.
Aku yang bodoh, aku yang tak pernah bisa merasakan betapa kasih sayang ayah padaku teramat besar. Balasku tak berhenti menangis dan memeluk ayah lebih erat.

Ku lepaskan pelukan erat Ayah, kemudian ku tutup mataku dan berdoa memohon permintaan kepada Tuhan sebelum aku meniup lilin yang berdiri kokoh di tengah kue yang sudah dingin.

"Tuhan aku ingin terus bersama Ayah sampai kapan pun, jangan pisahkan aku dengan Ayah Tuhan, cukup dengan kau pisahkan Ibu dari sisiku. Jagalah Ayah dari hal-hal buruk Tuhan, Jagalah Ayah untukku Tuhan".

Langsung kubuka mata setelah berdoa dan kutiup lilin secara perlahan. Tak hanya itu, Ayah juga sudah menyiapakan hadiah istimewa untukku. Sama persis dengan ucapan Ibu saat mimpiku tadi. Kalung indah yang sama persis dikenakan Ibu secara tiba-tiba diberikan dan dipakaikan ke leherku. Dengan kue dingin yang masih ku pegang, aku kembali mengalirkan butir-butir air mata. Ya.., ternyata Ayah sudah memesan kalung indah itu sebelum hari ulang tahunku datang. Ku letakkan kue di dekat gerbang. Ku peluk kembali Ayah dengan erat seakan tak ingin kulepaskan. Dan kami pun tenggelam dalam tangis disaksikan oleh kue ulang tahun yang membeku.

Dan disitulah aku mengerti bagaimana berartinya sosok Ayah bagiku. Mengerti bagaimana Ayah merusaha membahagiakanku. Mengerti bagaimana Ayah menyayangiku sampai kapan pun.
Nadia akan selalu menyayangi Ayah, dan Nadia akan berusaha membuat Ayah tersenyum dan bangga.


"Ayah adalah orang yang mencintai kita dalam diam, orang yang tak pandai menangis di depan anaknya, Ayah juga orang yang selalu mengerti akan hatiku ketika yang lain tidak memahami. Disetiap keringatmu, disetiap lelah nafasmu penuh dengan kasih sayangmu..."

I Love You Ayah...

1 komentar: