Surat Untuk Ayah
"Orang yang tak banyak bicara, terkesan tak peduli, tetapi
sesungguhnya yang ada dalam hatinya hanyalah kita"
Aku
berdiri tak tenang di depan pintu gerbang sekolah. Sudah lebih dari 1 jam aku
menunggu dan tiba-tiba kesabaranku sudah mencapai ubun-ubun saja. Ayah
lagi-lagi membatalkan janji sepihak begini. Tadi pagi sebelum aku berangkat
sekolah Ayah menulis pesan untukku yang ditempelkan di depan pintu
kamarku, bahwa Ayah akan menjemputku
sepulang sekolah lalu kami akan menghabiskan waktu berdua untuk merayakan ulang
tahunku yang ke enam belas hari ini.
Tampaknya
semua akan cukup indah hari ini, meski aku tidak mendapatkan ucapan selamat
ulang tahun dan kecupan manis dari Ayah tepat tengah malam tadi, atau sekedar
kue ulang tahun yang bertahtakan lilin yang menyala. Bagiku janji menghabiskan
waktu berdua dengan Ayah lebih dari sekedar kado terindah dari Ayah yang hampir
sejak 3 bulan ini tampak tak pernah memiliki waktu untukku.
Ayah
selalu berangkat ke kantor sebelum aku bangun dan pulang setelah aku tertidur
lelap. Otomatis aku tidak pernah mengobrol dengannya. Meski sekarang sudah ada
teknologi yang canggih dan ayah pun sudah memfasilitasiku dengan semua itu,
tetap saja jarak diantara kami semakin menganga dan semakin juga jauh hari demi
hari.
Drrrt..drrrt.. handphoneku bergetar. Ada
panggilan masuk dari Ayah, segera kuangkat karena aku tahu bahwa Ayah akan
menjemputku dan menghabiskan waktu berdua denganku hari ini.
“Sayang, maafkan Ayah, Ayah nggak..”
“Klik”
"Ketika hati hanya bisa memendam, karena
kata tak mampu ungkapkan rasa yang begitu dalam "
Aku
memutuskan sambungan telepon itu, dan langsung kumasukkan ke dalam tasku. Aku
sudah tahu apa yang akan Ayah katakan padaku. Daripada mendengar langsung dari Ayah
dan membuatku semakin marah dan kesal lebih baik aku matikan telepon itu. Ini
seperti saat Ayah berjanji akan mengambilkan raportku namun ternyata Ayah tidak
bisa karena ada janji dengan klien yang mendadak. Sontak emosiku meledak,
membuncang keatas, berpikir bahwa aku tak lagi punya harga di mata Ayah. Merasa
aku tak punya arti buat Ayah. Untung, kala itu ada Tante Anggie, mama dari
kekasihku, Bagas. Tante Anggie sudah berbaik hati mau mengambilkan raportku dan
untung saja wali kelasku menyutujuinya.
Kali
ini aku sudah tidak bisa lagi menahan emosiku yang meledak-ledak. Aku menelpon
Bagas meminta diantar pulang ke rumah, aku tidak ingin pergi kemana-mana.
Sebenarnya tadi Bagas sudah mengajakku untuk pulang bersama, tapi aku menolak
ajakannya karena aku tahu bahwa nanti Ayah akan menjemputku dan menghabiskan
waktu hari ini bersamanya. Aku hanya ingin pulang ke rumah dan menyendiri.
Bagas menurut saja dengan keinginanku, jadilah aku sampai dirumah 30 menit
kemudian.
“Nad, kalo ada apa-apa kamu harus beritahu aku ya?”
Bagas berharap cemas, seolah-olah aku ini hendak
bunuh diri saja. Aku tersenyum tipis dan mengangguk padanya.
“Kalau kamu butuh teman cerita, aku siap kapan saja untukmu Nad,” ujar Bagas sibuk
menawarkan bantuan.
“Makasih Bagas, makasih banget atas tawaran kamu. Aku hanya butuh
sendiri untuk sekarang"
“Tetapi, ini adalah hari ulang tahun kamu Nad, seharusnya kamu tidak
melewatkannya dengan cara seperti ini” ucap Bagas dengan menunjukkan rasa sayang padaku layaknya seorang
kekasih yang sudah seperti sahabat sendiri.
Aku hanya tersenyum getir pada Bagas dan
melangkahkan kakiku masuk ke dalam rumah.
"Saat kerinduan ini sudah memuncak, saat
tetes air mata menjadi pelipur lara, yang bisa kulakukan hanyalah memandangi
wajahmu dalam bingkai foto"
Sesampai
di kamar, aku mengambil album foto keluargaku. Masih ada Ibu yang tengah
menggendongku, Ayah yang sedang mengajariku bersepeda dan kami bertiga yang
belajar berenang bersama-sama sebab sama-sama tidak bisa berenang. Hahaha...aku
selalu tertawa setiap melihat album foto itu. Ada juga fotoku sedang mengangkat
piala yang tinggi setelah memenangkan pertandingan musik biola, saat aku masih
berusia 10 tahun. Ayah mengangkatku tinggi-tinggi dan Ibu tersenyum manis
sekali, melihat keberhasilan serta kemenanganku.
Sayang sekali kebersamaan itu sekarang sudah
luntur, pudar seperti tulisan yang tersiram air. Bahkan akan hilang bagaikan
debu yang di terpa angin kencang. Sejak Ibu meninggal 3 bulan yang lalu, karena
menyelamatkanku dari bahaya.
^^Flasback…
Kala
itu Ayah sedang ada dinas keluar kota, jadi Ayah tak tahu kejadian buruk yang
menimpa aku dan Ibu di rumah. Hatiku hancur berkeping-keping, semuanya bagaikan
sebuah mimpi buruk yang datang menghampiriku, seperti petir di siang bolong,
dan aku seperti terjatuh dari ketinggian dunia mimpi. Rasanya seperti aku ingin
pergi ikut bersama Ibu, ketika Ibu pergi untuk selama-lamanya dari sisiku. Saat
itu aku sangat terpukul, aku ingin bangun dari mimpi buruk yang mendatangiku.
Aku serasa berada di liang lahat. Aku selalu ingat kata Ibu kala itu kepadaku
"Kasih sayang ibu akan selamanya ada untukmu dan hanyalah maut yang akan
memisahkan kita nanti sayang, Ibu adalah Detak, Nadi, Waktu bagimu sayang, dan
apabila Ibu pergi lebih dulu berjanjilah pada Ibu bahwa kamu tidak akan
mengecewakan Ayah dan kamu harus menyayangi Ayah seperti kamu menyanyangi Ibu
sayang". Kata-kata itu sempat terlontar dari bibir mungil Ibu sebelum
pergi untuk selama-lamanya. Seakan Ibu memberikan sinyal kepadaku namun aku tak
menyadarinya. Ketika Ibu baru pergi, aku pernah berada pada posisi dimana aku
depresi dalam kesedihan karena ditinggal Ibu.
Guruku,
pernah memanggil Ayah dan memberitahukan bahwa aku absen dari sekolah. Ayah
pulang kerumah lebih awal dari kantor, Ayah berharap aku bisa menjelaskan
tentang apa yang telah aku perbuat. Tapi kala itu aku tidak ada dirumah, Ayah
kemudian pergi mencariku di sekitar rumah dan bahkan mencariku sampai ke rumah
Bagas. Ayah terus memangil-manggil namaku dan akhirnya Ayah menemukan aku di
sebuah pusat perbelanjaan, sedang bermain komputer game dengan gembira seakan
tak ada beban dalam hidupku. Ayah sangat marah, kesal, kemudian menarikku
dengan kasar, membawaku pulang dan menghujaniku dengan pukulan-pukulan yang
teramat keras.
Sambil menangis tersedu-sedu aku berkata pada Ayah,
“Aku minta maaf, Ayah.."
Ayah
langsung pergi, dan selang beberapa lama Ayah menyelidiki, ternyata aku absen
dari acara ‘Pertunjukan Bakat’ yang diadakan
oleh sekolah, karena yang diundang adalah siswa dengan Ibunya. Dan itulah
alasan ketidakhadiranku yaitu karena tidak ada sosok seorang Ibu yang pernah
ada dalam hidupku yang sekarang sudah ada ditempat yang jauh yang berbeda
denganku.
Beberapa
hari setelah penghukuman dengan pukulan rotan, aku pulang ke rumah memberitahu Ayah,
bahwa di sekolahku mulai diajarkan cara menulis surat kepada orang yang
disayangi. Sejak saat itu, aku lebih banyak mengurung diri di kamar untuk
berlatih menulis surat khusus untuk Ibu.
Ketika keluar kamar untuk mengambil air minum
aku mendengar Ayah berkata...
"Aku yakin, jika kamu masih ada dan melihat
Nadia bertumbuh semakin baik pasti kamu akan merasa bangga, sayang sekali kamu
sudah tidak lagi bisa bersama kami lagi..." ( Kata Ayah sambil memegang
foto Ibu bersama aku ).
Ketika surat yang kubuat selesai, tanpa berfikir
panjang aku langsung mengirimnya lewat kantor pos tanpa melampirkan alamat yang
akan dituju. Mengetahui hal itu, Ayah sangat marah menganggapku sudah terlewat
batas.
Tapi sekali lagi, seperti sebelumnya, aku
meminta maaf.
“Maaf, yah.."
Tidak ada tambahan satu kata pun untuk menjelaskan
alasanku melakukan hal konyol seperti itu, aku seperti tidak sadar telah
melakukan kesalahan.
Setelah itu Ayah
pergi ke kantor pos untuk mengambil surat-surat tanpa alamat tersebut
lalu pulang. Sesampai di rumah, dengan marah Ayah mendorongku ke sudut ruangan
mempertanyakan kepadaku, perbuatan konyol apalagi ini? Apa yang ada di kepalamu
Nadia..?
“Surat-surat yang
kubuat itu khusus untuk Ibu, yah…..” jawabku di tengah
isak-tangis.
Tiba-tiba mata Ayah berkaca-kaca, tapi ayah
mencoba mengendalikan emosinya dan terus bertanya kepadaku.
“Tapi kenapa kamu memposkan begitu banyak surat-surat pada waktu yang
sama?”
“Aku telah menulis banyak surat untuk Ibu untuk dalam waktu yang lama
sejak aku belajar menulis surat yang diajarkan di sekolah, tapi setiap kali aku
mau menjangkau kotak pos itu, terlalu tinggi bagiku, sehingga aku tidak dapat
memposkan surat-suratku. Tapi baru-baru ini, ketika aku kembali ke kotak pos,
aku bisa mencapai kotak surat itu jadi aku mengirimkannya sekaligus yah".
Setelah mendengar penjelasanku, Ayah kehilangan
kata-kata, bingung, tidak tahu apa yang harus dilakukan, dan apa yang harus
dikatakan …
“Nad, Ibu sudah berada di surga, jadi untuk selanjutnya, jika kamu
hendak menuliskan sesuatu untuk Ibu, cukup dengan menyimpan surat tersebut, dan
kirimkan doa yang banyak sebagai surat untuk Ibu di surga darimu, maka surat
yang kamu buat akan sampai kepada Ibu” kata Ayah memberi nasehat kepadaku.
Setelah mendengar hal ini, aku jadi lebih
tenang, dan segera setelah itu, aku bisa tidur dengan nyenyak. Ayah berjanji
akan menyimpan surat-surat yang sudah kubuat untuk Ibu, jadi Ayah membawa
surat-surat tersebut keluar untuk disimpan, tapi…Ayah jadi penasaran dengan isi surat yang aku
buat dan kemudian membuka surat tersebut sebelum dibakar.
Dan salah satu dari isi surat-suratku membuat
hati ayah terasa hancur……
'Ibuku
tersayang...
Aku sangat merindukanmu!
Hari ini, ada sebuah acara ‘Pertunjukan Bakat’ di sekolah, dan
ibu guru mengundang semua ibu untuk hadir di pertunjukan tersebut.
Tapi ibu tidak ada, ibu tidak menghadiri acara
itu jadi aku tidak ingin menghadirinya juga agar sama seperti ibu.
Aku juga tidak memberitahu Ayah tentang hal ini
karena aku takut Ayah akan mulai menangis dan merindukan ibu lagi.
Saat itu aku mencoba untuk menyembunyikan
kesedihan dari Ayah, aku duduk di depan komputer dan mulai bermain game di
salah satu pusat perbelanjaan.
Ayah keliling-keliling mencariku, setelah
menemukanku Ayah marah, dan aku hanya bisa diam, Ayah memukulku, tetapi aku
tidak menceritakan alasan yang sebenarnya pada Ayah.
Ibu, setiap hari aku melihat Ayah merindukan
ibu...
Setiap kali dia teringat pada ibu, Ayah begitu
sedih, seringku lihat Ayah sedang bersembunyi dan menangis di kamarnya.
Aku pikir kita berdua amat sangat merindukan
sosok Ibu kembali.
Terlalu berat untuk kita berdua melewati
hari-hari tanpa Ibu, semua tidak seindah ketika kami masih bersama dengan Ibu.
Tapi bu, aku takut apabila aku mulai melupakan
wajahmu. Bisakah Ibu muncul dalam mimpiku sehingga aku dapat melihat wajah Ibu
dan mengingat kebersamaan dengan Ibu?
Temanku bilang jika kau tertidur dengan memeluk
foto orang yang kamu rindukan, maka kamu akan melihat orang tersebut dalam
mimpimu.
"Tapi bu, mengapa engkau tak pernah muncul
dalam mimpiku?"
Setelah membaca surat itu, Ayah tidak bisa
berhenti menangis karena Ayah sadar bahwa 'seorang ayah tidak pernah bisa
menggantikan kasih sayang seorang Ibu…'
Semenjak
membaca suratku dan terus memikirkan serta mengingat kepergian Ibu, tahu-tahu Ayah
menjadi orang sangat sibuk dan tak punya waktu lagi untukku bahkan hanya
untuk bersenda gurau lagi denganku.
Sekedar makan malam bersama atau mengantarkanku ke sekolah pun tak lagi sempat.
Aku malah lebih banyak menghabiskan waktu dengan dengan Bagas, seperti Sepantun
kasau dengan bubungan. Dan Ayah? Tenggelam dalam dunianya sendiri seolah aku
tak ada lagi dalam kehidupan Ayah.
^^Flasback Off...
"Terlalu
banyak yang ingin disampaikan, tapi terlalu sakit untuk diucapkan"
Malam
ini, di kamar ini, aku sudah memutuskan untuk menulis surat saja untuk Ayah.
Kupikir itu lebih baik dan Ayah pasti akan bisa membaca sesempatnya, karena aku
tahu sekarang Ayah sangat sibuk dengan pekerjaannya. Surat yang mengabarkan aku
sudah lelah, letih merasa sendiri dan tak dianggap penting atau bahkan mungkin
dianggap tidak ada. Isi suratku..
Untuk Ayah Tercinta...
Terima kasih Ayah, Ayah selalu pulang setelah
waktu makan malam telah usai, sehingga aku bisa makan tanpa peraturan yang kaku
dari Ayah.
Terima kasih Ayah, Ayah terus mengganti perhatian
dan kasih sayang Ayah dengan uang sehingga aku kelelahan mengahabiskannya
sendirian.
Terima kasih Ayah, Ayah tak pernah menjemputku
atau mengantarkanku ke sekolah, sehingga aku punya lebih banyak waktu dengan
Bagas.
Terima kasih Ayah, Ayah tak lagi menemaniku main catur
di sore hari, sehingga aku bisa berkeliaran sesukaku.
Terima kasih Ayah, Ayah tak lagi sempat mengambil
raportku sehingga aku tak perlu melihat kebanggaan wajah ayah yang mengharu
biru.
Terima kasih Ayah, Ayah sudah melupakan hari
ulang tahunku, sehingga aku tidak perlu menutup mata untuk membuat permintaan
sesaat sebelum meniup lilin.
Maaf, aku tidak pernah mengerti dengan dunia
Ayah.
Maaf, aku terlalu banyak menuntut waktu dari
Ayah.
Maaf, aku selalu saja tak peduli dengan apa yang
terjadi pada Ayah.
Maaf, aku tak lagi pernah bercerita tentang
duniaku kepada Ayah.
Maaf, aku tak lagi memberi dekapan hangat dan
ucapan selamat pagi sebelum memulai hari.
Maaf, aku membebani hidup Ayah.
Maaf, aku menjadi anak Ayah yang membuat Ayah tak
bahagia.
Maaf, aku tak lagi bisa merasakan cinta dalam
keluarga kita.
Maaf, aku terlalu menuntut banyak dari Ayah.
Maaf, sedang aku tak bisa memberi apa-apa untuk
Ayah.
I love you Ayah
NADIA
Pada
baris terakhir dimana namaku berada, air mataku menetes lembut jatuh mengalir
pada bagian celah wajahku. Aku sudah terlalu lelah sekarang untuk menahan air
mata. Aku tidak lagi percaya bahwa aku masih punya keluarga. Aku lelah.. aku
kehilangan arah.. aku tak tahu hendak kemana aku melangkahkan kakiku, apakah
aku tetap berada disini atau aku harus melangkah jauh untuk pergi ?? Mataku
terpejam dan ketika aku membuka mata, aku sudah berada di sebuah taman yang
indah penuh dengan bunga mawar kesukaan Ibu. Ku liat dari jarak kejauhan
melihat sesosok wanita cantik nan anggun bergaun putih berada di jembatan
taman. Ku perhatikan dengan seksama siapakah sosok wanita itu, dan ternyata itu
adalah IBU. Spontan aku berlari kearah Ibu dengan meneteskan air mata yang tak
bisaku bendung. Ibu juga meneteskan air matanya yang menunjukan rasa kerinduan.
Ku peluk Ibu dengan erat erat tak ingin melepaskannya.
Ibu.....kenapa ibu pergi, kenapa bu.....??
Andai saja kala itu ibu tidak menyelamatkanku
pasti kita masih akan bersama....
Andai waktu bisa diputar kembali, pasti aku akan
berlari untuk menyelamatkan ibu dari orang-orang jahat itu. Andai Ayah ada
bersama kita saat itu, pasti Ibu tidak akan kesusahan untuk menyelamatkanku
dari perampok itu. Andai aku tidak melakukan kecerobohan dengan memukul
perampok itu yang akhirnya justru menjadikan perampok itu marah dan memukulku,
tapi ibu yang mendorongku dan justru Ibu yang terkena pukulan keras mereka. Aku
ingin ikut bersama Ibu, aku tidak ingin bersama ayah. Ayah tidak menyanyangiku.
Aku minta maaf bu.... (Ibu menghapus air mataku
dan mencium keningku dengan manis).
Jangan menagis Nadia, Ibu manapun pasti akan
melakukan hal seperti tu apabila anaknya berada dalam bahaya besar. Kamu harus
bisa mengikhlaskan kepergian Ibu, kamu harus bisa bahagia dengan Ayah, dengan
Bagas laki-laki pilihanmu yang selalu ada saat kamu membutuhkannya, kamu harus
bisa menjadi anak yang kuat dan tabah, jadilah anak yang membanggakan Nadia. Ibu
menyanyangimu selamanya.....( Dari kejauhan aku melihat Ayah yang menangis
melihat dan menunggu aku di seberang jembatan ).
"Nadia....." ( Panggil Ayah )
Jangan buat Ayah bersedih Nadia, kamu harus
pulang bersama Ayah, apalagi ini adalah hari ulang tahunmu, kamu harus
merayakannya bersama Ayah, Nadia kamu juga harus tahu bahwa ayah sudah
menyiapkan kejutan istimewa untukmu. Hapus kemarahanmu pada Ayah, karena
sesungguhnya Ayah sangat ingin membuatmu bahagia Nadia, dan menghapuskan
kepedihanmu.
Pergilah sayang...hampiri Ayah yang sudah
menunggumu sedari tadi...
Pergilah sayang dan berbahagialah bersama
orang-orang yang menyanyangimu...
Aku
pun menuruti kemauan ibu untuk pulang bersama Ayah, aku memeluk Ibu untuk
terakhir kalinya sembari meneteskan air mata. Aku berlari menghampiri Ayah,
kemudian memeluknya dengan erat dan melihat Ibu pergi ketempat yang amat
terang. Tiba-tiba Ayah menghilang dari pelukanku.
"Ayah............."
Tepat
pukul 11 malam aku terbangun, ternyata menangis menguras air mata dan aku kelelahan
karenanya. Dan tak sadar kalau aku tadi ketiduran, dan bermimpi bertemu Ibu.
Aku bingung dengan mimpiku barusan.
Apa maksud ibu dengan mengatakan Ayah sudah
menyiapkan kejutan istimewa untukku....??
Namun ada yang aneh, surat yang kutulis untuk Ayah
tidak lagi disebelahku..Akan tetapi justru ada secarik kertas lain yang
ditujukan untukku.
Untuk Nadia, malaikat
kecil Ayah yang sekarang sudah beranjak dewasa...
Maaf, Ayah tak pernah lagi menemanimu makan malam
atau sekedar main catur di sore hari.
Ayah tahu nak, Ayah telah terlalu jauh
mengabaikanmu. Tapi bagaimanapun juga sekarang Ayah sendiri. Sendiri mengurus
kantor dan usaha perkebunan bunga yang dulu sempat dikelola ibu. Sendiri juga
Ayah harus mengatur diri. Sendiri membesarkanmu dan pada yang terakhir ini
ternyata Ayah gagal.
Ayah takut masa remajamu akan lewat tanpa kau
sempat menikmatinya. Ayah takut mengatakan hal ini kepadamu, takut kalau Ayah
menyebut Ibu maka dukamu akan kembali hadir dan Ayah tak sanggup melihatmu
menangis karena jauh dalam hati Ayah, Ayah akan lebih dari sekedar menangis.
Ayah selalu tak tahan melihatmu bersedih, Nak.
Maaf Ayah tak memberitahumu, sehingga justru Ayahlah yang membuatmu merasa bersedih atas kesepian yang Ayah ciptakan.
Maaf Ayah tak memberitahumu, sehingga justru Ayahlah yang membuatmu merasa bersedih atas kesepian yang Ayah ciptakan.
Maaf, Ayah tak pernah memberitahumu betapa Ayah
sangat khawatir kau bergaul dengan tidak benar, berkawan dengan orang yang
salah. Tapi ternyata kau memilih Bagas sebagai sahabat sekaligus kekasih
untukmu, masuk dalam kehidupanmu dan Ayah selalu yakin dengan pilihanmu.
Meski Ayah sangat khawatir, Ayah rasa Ayah tidak
perlu mengatakannya kepadamu karena Ayah pikir itu hanya akan membuatmu merasa
terbelenggu.
Maaf, Ayah tak pernah memberitahumu, setiap malam
Ayah selalu masuk kamarmu dan tidur disebelah ranjang di atas karpet merah itu.
Ayah selalu mencium keningmu diam-diam dan menatap senyummu yang damai dalam
tidur. Itu membuat Ayah jauh lebih kuat untuk menjalani esok hari. Hanya kamu
yang memberi Ayah kekuatan. Hanya senyummu yang membuat Ayah dapat bertahan.
Maaf, Ayah membuatmu menutup telepon siang tadi.
Ayah ingin berkata yang sebenarnya.
Ayah ada di makam Ibu. Mengabarkan kepadanya
tentang kau yang terus membuat kami bangga dengan prestasi dan tumbuh menjadi
gadis manis yang sungguh pintar dan cantik. Ayah juga bercerita kepada Ibu betapa
Ayah sangat bangga kau tetap menjadi juara pertama di sekolah meski Ibu tidak
ada lagi. Ayah menceritakan semuanya Nak. Ayah pikir Ibu juga harus berbahagia
di hari ulang tahunmu. Ayah memberitahu Ibu bahwa usiamu bertambah setahun lagi
hari ini.
Tapi Ayah justru membuatmu kecewa dengan tidak
mengatakannya. Entah mengapa sekarang Ayah terlalu takut berkata apa-apa. Takut
Ayah akan terlalu sering mengucapkan nama Ibumu dan kau akan merindukannya dan
merasa tersiksa. Dan disinilah kesalahan Ayah.
Ayah tak lagi pernah berbicara kepadamu. Ayah tak
pernah lagi mengatakan betapa Ayah sangat menyayangimu dan bangga padamu. Ayah
terlalu takut membagi beban tentang kesedihan ditinggal Ibu. Ayah terlalu sibuk
mencintaimu tapi tak pernah membuktikannya dihadapanmu.
Maaf, Ayah terus membiarkanmu sendiri. Maaf, Ayah
terlalu sering membuatmu kecewa.
Maaf, Ayah menyayangimu tapi kau tak lagi tahu.
Sayang, disebelahmu Ayah meletakkan kue ulang
tahunmu.
Entah apakah sekarang lilinnya masih menyala atau
tidak. Jika masih dan kau menginginkan Ayah menemanimu untuk meniupnya,
turunlah. Ayah menunggumu di depan gerbang.
Tapi jika sudah lewat tengah malam dan kau tak
juga turun, Ayah mengerti.
Memang Ayah terlalu banyak bersalah dan lebih
baik kau sendiri. Ayah mengerti dan Ayah akan membiarkan kau melakukannya
sendiri.
I Love you to Nadia
Ayah
Sampai
pada titik terakhir, surat itu sudah basah oleh air mataku yang mengalir
teramat deras. Aku segera berlari keluar kamar dan membawa kue ulang tahun dari
Ayah yang sudah dingin. Ternyata Ayah sudah menungguku sejak tadi dan tetap
terjaga di depan pintu gerbang rumah.
“Ayah...”, aku berkata
pelan.
Ayah tersenyum menatapku. Segera aku berlari
memeluknya dengan erat.
“Ayah menyayangimu tapi Ayah tak memberitahumu. Maaf...” Kata Ayah
memelukku dengan erat sampai meneteskan air mata.
“Aku yang bodoh, aku yang tak pernah bisa merasakan betapa kasih sayang
ayah padaku teramat besar.” Balasku tak
berhenti menangis dan memeluk ayah lebih erat.
Ku lepaskan pelukan erat Ayah, kemudian ku tutup
mataku dan berdoa memohon permintaan kepada Tuhan sebelum aku meniup lilin yang
berdiri kokoh di tengah kue yang sudah dingin.
"Tuhan aku
ingin terus bersama Ayah sampai kapan pun, jangan pisahkan aku dengan Ayah
Tuhan, cukup dengan kau pisahkan Ibu dari sisiku. Jagalah Ayah dari hal-hal
buruk Tuhan, Jagalah Ayah untukku Tuhan".
Langsung
kubuka mata setelah berdoa dan kutiup lilin secara perlahan. Tak hanya itu,
Ayah juga sudah menyiapakan hadiah istimewa untukku. Sama persis dengan ucapan Ibu
saat mimpiku tadi. Kalung indah yang sama persis dikenakan Ibu secara tiba-tiba
diberikan dan dipakaikan ke leherku. Dengan kue dingin yang masih ku pegang,
aku kembali mengalirkan butir-butir air mata. Ya.., ternyata Ayah sudah memesan
kalung indah itu sebelum hari ulang tahunku datang. Ku letakkan kue di dekat
gerbang. Ku peluk kembali Ayah dengan erat seakan tak ingin kulepaskan. Dan kami
pun tenggelam dalam tangis disaksikan oleh kue ulang tahun yang membeku.
Dan
disitulah aku mengerti bagaimana berartinya sosok Ayah bagiku. Mengerti
bagaimana Ayah merusaha membahagiakanku. Mengerti bagaimana Ayah menyayangiku
sampai kapan pun.
Nadia akan selalu menyayangi Ayah, dan Nadia akan
berusaha membuat Ayah tersenyum dan bangga.
"Ayah adalah
orang yang mencintai kita dalam diam, orang yang tak pandai menangis di depan
anaknya, Ayah juga orang yang selalu mengerti akan hatiku ketika yang lain
tidak memahami. Disetiap keringatmu, disetiap lelah nafasmu penuh dengan kasih
sayangmu..."
I Love You Ayah...
suka banget bacanya tulisannya bagus banget kak
BalasHapusElever Agency